basukidwiputranto.blogspot.com

basukidwiputranto.blogspot.com
Tampilkan postingan dengan label kesehatan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label kesehatan. Tampilkan semua postingan

Minggu, 06 Agustus 2017

OZONISASI SEBAGAI METODE PENGOLAHAN LIMBAH CAIR MEDIS

Proses pengolahan limbah cair medis dengan metode ozonisasi diawali dengan mengumpulkan limbah cair tersebut pada sebuah kolam equalisasi lalu dipompakan ke tangki reaktor untuk dicampurkan dengan gas ozon.  

Gas ozon yang masuk dalam tangki reaktor bereaksi mengoksidasi senyawa organik dan membunuh bakteri patogen pada limbah cair. Limbah cair yang sudah teroksidasi kemudian dialirkan ke tangki koagulasi untuk dicampurkan koagulan. Sementara itu, proses sedimentasi berlangsung pada tangki selanjutnya. Pada proses ini, polutan mikro, logam berat dan lain-lain sisa hasil proses oksidasi dalam tangki reaktor dapat diendapkan. 

Selanjutnya dilakukan proses penyaringan pada tangki filtrasi. Pada tangki ini terjadi proses absorpsi, yaitu proses penyerapan zat-zat polutan yang terlewatkan pada proses koagulasi. Zat-zat polutan akan dihilangkan oleh permukaan karbon aktif. Apabila seluruh permukaan karbon aktif ini sudah jenuh, atau tidak mampu lagi menyerap maka proses penyerapan akan berhenti, dan pada saat ini karbon aktif harus diganti dengan karbon aktif baru atau didaur ulang dengan cara dicuci. Air yang keluar dari filter karbon aktif untuk selanjutnya dapat dibuang dengan aman ke sungai. 



Limbah Cair Rumah Sakit (Medis)

Medis merupakan salah satu bidang yang sangat urgen di masyarakat. Pihak yang yang bertanggung jawab terhadap kesehatan masyarakat adalah medis. Telah banyak kemajuan yang dikembangkan di kalangan medis indonesia hingga saat ini. 

Akses kesehatan yang cepat dan bermunculannya berbagai metode pengobatan marak di masyarakat ternyata menghasilkan limbah cair medis yang sangat berbahaya di tiap Rumah Sakit di Indonesia. Ternyata salah satu tempat penyembuhan orang sakit justru menjadi sumber penyakit. Hal ini berkaitan dengan limbah yang dihasilkannya tidak ditangani dengan benar. Kebanyakan rumah sakit tidak mengolah terlebih dahulu limbah cair medis tersebut tapi langsung membuangnya ke sungai. 

Limbah yang dihasilkan dari sebuah rumah sakit umumnya mengandung bakteri, virus, senyawa kimia, dan obat-obatan yang dapat membahayakan bagi kesehatan masayarakat sekitar  rumah sakit tersebut. 

Limbah cair medis yang berasal dari labolatorium paling perlu diwaspadai. Untuk foto rontgen misalnya, ada cairan tertentu yang mengandung radioaktif   cukup berbahaya setelah bahan ini digunakan. 

Proses Ozonisasi telah dikenal lebih dari seratus tahun yang lalu. Proses menggunakan Ozon ini pertama kali diperkenalkan Nies dari Perancis sebagai metode sterilisasi air minum pada tahun 1906. Teknologi pengolahan limbah cair medis yang banyak digunakan adalah septic tank dan insenator. 

Keduanya sekarang terbukti memiliki nilai negatif besar. Septic tank banyak dipersoalkan lantaran rembesan air dari tangki yang dikhawatirkan dapat mencemari tanah. Sedangakan insenator, metode yang digunakan dengan teknik pembakaran pada sampah medis juga bukan berarti tanpa cacat. 

Badan perlindungan lingkungan AS menemukan bahwa teknik insenerasi merupakan sumber utama zat dioksin yang sangat beracun. Penelitian terakhir menunjukan bahwa zat dioksin inilah yang menjadi pemicu tumbuhnya kanker pada tubuh. 

Pada tulisan ini akan dipaparkan mengenai metode lain untuk mengolah limbah cair medis, kekurangan dan kelebihannya. Metode alternatif tersebut adalah teknologi pengolahan limbah cair medis dengan metode Ozonisasi. 

Salah satu metode sterilisasi limbah cair medis yang direkomendasikan oleh United States Environment Protection Agency (USEPA) tahun 1999. Dewasa ini, metode ozonisasi mulai banyak diperlukan untuk sterilisasi bahan makanan, pencucian alat kedokteran, mengolah limbah cair tekstil, cat kulit, hingga sterilisasi udara pada ruangan kerja di perkantoran. 



Ozonisasi 

Luasnya penggunaan ozon ini tidak terlepas dari sifat ozon yang dikenal memiliki sifat radikal (mudah bereaksi dengan senyawa disekitarnya) serta memiliki oksidasi potential 2.07 V. Selain itu, ozon telah dapat dengan mudah dibuat dengan menggunakan plasma seperti corona discharge (Berlanga, 1998). 

Melalui proses oksidasinya pula ozon mampu membunuh berbagai macam mikroorganisma seperti bakteri Escherichia coli, Salmonella enteriditis, Hepatitis A Virus serta berbagai mikroorganisma patogen lainnya (Crites, 1998). 

Melalui proses oksidasi langsung ozon akan merusak dinding bagian luar sel mikroorganisma (cell lysis) sekaligus membunuhnya. Juga melalui proses oksidasi oleh radikal bebas seperti hydrogen peroxy (HO2) dan hydroxyl radical (OH) yang terbentuk ketika ozon terurai dalam air. 

Ozonisasi limbah cair medis Limbah cair yang berasal dari berbagai kegiatan laboratorium, dapur, laundry, toilet, dan lain sebagainya dikumpulkan pada sebuah kolam equalisasi lalu dipompakan ke tangki reaktor untuk dicampurkan dengan gas ozon. 

Gas ozon yang masuk dalam tangki reaktor bereaksi mengoksidasi senyawa organik dan membunuh bakteri patogen pada limbah cair (Harper, 1986). Limbah cair yang sudah teroksidasi kemudian dialirkan ke tangki koagulasi untuk dicampurkan koagulan. 

Lantas proses sedimentasi pada tangki berikutnya. Pada proses ini, polutan mikro, logam berat dan lain-lain sisa hasil proses oksidasi dalam tangki reaktor dapat diendapkan (Harper, 1986). 

Selanjutnya dilakukan proses penyaringan pada tangki filtrasi. Pada tangki ini terjadi proses adsorpsi, yaitu proses penyerapan zat-zat pollutan yang terlewatkan pada proses koagulasi. Zat-zat polutan akan dihilangkan permukaan karbon aktif. Apabila seluruh permukaan karbon aktif ini sudah jenuh, atau tidak mampu lagi menyerap maka proses penyerapan akan berhenti, dan pada saat ini karbon aktif harus diganti dengan karbon aktif baru atau didaur ulang dengan cara dicuci. Air yang keluar dari filter karbon aktif untuk selanjutnya dapat dibuang dengan aman ke sungai (Harper, 1986). 

Ozon akan larut dalam air untuk menghasilkan hidroksil radikal (-OH), sebuah radikal bebas yang memiliki potential oksidasi yang sangat tinggi (2.8 V), jauh melebihi ozon (1.7 V) dan chlorine (1.36 V). Hidroksil radikal adalah bahan oksidator yang dapat mengoksidasi berbagai senyawa organik (fenol, pestisida, atrazine, TNT, dan sebagainya). Sebagai contoh, fenol yang teroksidasi oleh hidroksil radikalakan berubah menjadi hydroquinone, resorcinol, cathecol untuk kemudian teroksidasi kembali menjadi asam oxalic dan asam formic, senyawa organik asam yang lebih kecil yang mudah teroksidasi dengan kandungan oksigen yang di sekitarnya. Sebagai hasil akhir dari proses oksidasi hanya akan didapatkan karbon dioksida dan air (Harper, 1986). 

Hidroksil radikal berkekuatan untuk mengoksidasi senyawa organik juga dapat dipergunakan dalam proses sterilisasi berbagai jenis mikroorganisma, menghilangkan bau, dan menghilangkan warna pada limbah cair. Dengan demikian akan dapat mengoksidasi senyawa organik serta membunuh bakteri patogen, yang banyak terkandung dalam limbah cair rumah sakit (Wilson, 1986). 

Pada saringan karbon aktif akan terjadi proses adsorpsi, yaitu proses penyerapan zat-zat yang akan diserap oleh permukaan karbon aktif. Apabila seluruh permukaan karbon aktif ini sudah jenuh, proses penyerapan akan berhenti. Maka, karbon aktif harus diganti baru atau didaur ulang dengan cara dicuci (Wilson, 1986).


Aplikasi Sistem Ozonisasi di Rumah Sakit

Aplikasi sistem ozonisasi sering dikombinasikan dengan lampu ultraviolet atau hidrogen peroksida. Dengan melakukan kombinasi ini akan didapatkan dengan mudah hidroksil radikal dalam air yang sangat dibutuhkan dalam proses oksidasi senyawa organik. 

Teknologi oksidasi ini tidak hanya dapat menguraikan senyawa kimia beracun yang berada dalam air, tapi juga sekaligus menghilangkannya sehingga limbah padat (sludge) dapat diminimalisasi hingga mendekati 100%. 

Dengan pemanfaatan sistem ozonisasi ini pihak rumah sakit tidak hanya dapat mengolah limbahnya tapi juga akan dapat menggunakan kembali air limbah yang telah terproses (daur ulang). Teknologi ini, selain efisiensi waktu juga cukup ekonomis, karena tidak memerlukan tempat instalasi yang luas (Wilson, 1986). 

Reaktor air berozon Indonesia Ozon banyak dipergunakan dalam proses oksidasi, dekolorisasi, sterilisasi, dan deodorasi dan dapat digunakan untuk mengolah limbah cair industri, rumah sakit, hotel, dan juga untuk proses pencucian bahan makanan dan peralatan medik dalam bentuk air berozon. 

Komponen-komponen utama alat pembuat air berozon Deskripsi disederhanakan menjadi satu sistem terpadu, tanpa pipa penghubung, dengan membuat pipa gas dan pipa air pada satu poros untuk menghasilkan air berozon dengan konsentrasi tinggi. 

Air yang digunakan sekaligus berfungsi sebagai pendingin alat ozonizer. Penyempurnaan alat ini dari alat sejenis dengan metode plasma mampu meningkatkan efisiensi pembentukan ozon dan tidak memerlukan pendingin khusus pada ozonizer tersebut. Keunggulan + Sistem lebih sederhana Inovasi + Biaya pembuatan air berozon lebih murah Potensi Aplikasi Pengolahan limbah cair Status Telah dikomersialkan Pengembangan Status Paten Telah dipatenkan Inovator Dr. Anto Tri Sugiharto Organisasi Pusat Inovasi LIPI Silahkan kunjungi www.bic.web.id.


Sifat ozon yang dikenal memiliki sifat radikal (mudah bereaksi dengan senyawa disekitarnya) serta memiliki oksidasi potential 2.07 V dan dapat dengan mudah dibuat dengan menggunakan plasma seperti corona discharge. Ozonisasi merupakan salah satu alternatif dalam penanganan masalah limbah cair medis. Terbukti bahwa metode pengolahan limbah ini lebih mengefisienkan waktu dan biaya pengolahan karena tidak memerlukan tempat pengolahan limbah yang luas. 





Sumber tulisan :
Di sadur dari Proposal KTI yang disusun oleh :
Ade Esa Nurasiah, Idin Azharudin, Imas Saidah, Dede Darwati, Sandra Permana, Siti Nurlailla dan Siti Nurlaela.

PRODI FISIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI BANDUNG 

Kamis, 19 Desember 2013

Pentingnya Kalibrasi Alat Ukur Dalam Kegiatan Medis

Kalibrasi Peralatan Medis

Peralatan kesehatan merupakan salah satu faktor penunjang yang sangat penting dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan kepada masyarakat, baik di rumah sakit maupun di sarana pelayanan kesehatan lainnya.10 Seiring dengan perkembangan teknologi, khususnya peralatan kesehatan dan semakin beraneka ragamnya jenis peralatan kesehatan yang digunakan dalam kegiatan medis, guna meningkatkan keamanan dan keakurasian informasi hasil pengukuran peralatan kesehatan tersebut maka dipandang sangat perlu untuk melakukan pengujian dan kalibrasi peralatan kesehatan yang kini banyak digunakan oleh para praktisi kesehatan.

Undang –Undang Rumah Sakit Tahun 2009 telah mewajibkan bahwa setiap peralatan medik yang digunakan di rumah sakit harus dilakukan pengujian dan kalibrasi secara berkala.(1)

Mengingat masih rendahnya pelayanan pengujian dan kalibrasi peralatan medis di Indonesia serta masih kurangnya pengertian dan pemahaman rumah sakit, baik Daerah, Dinas Kesehatan Propinsi, ataupun Kabupaten/Kota terhadap perlunya kalibrasi dan pengujian ini, maka perlu dilakukan sosialisasi dalam bentuk Kebijakan Pengujian dan Kalibrasi Peralatan Kesehatan kepada para praktisi kesehatan maupun rumah sakit-rumah sakit di seluruh Indonesia.

Pengujian dan kalibrasi peralatan kesehatan sejalan dengan program peningkatan mutu pelayanan kesehatan kepada masyarakat, seperti yang diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit. Pada Pasal 16 ayat 2 ditegaskan bahwa Peralatan medis harus diuji dan dikalibrasi secara berkala oleh Balai Pengujian Fasilitas Kesehatan dan/atau Institusi Penguji Yang Berwenang.(12)

Balai Pengamanan Fasilitas Kesehatan (BPFK) sebagai institusi penguji dan kalibrasi alat kesehatan berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) No.363/Menkes/Per/IV/1998, diberi tugas melakukan pengujian dan kalibrasi peralatan kesehatan di sarana pelayanan kesehatan untuk menjamin mutu (ketelitian, ketepatan dan keamanan) peralatan kesehatan. Kebijakan terkait yang mendukung pengujian dan kalibrasi adalah Peraturan Pemerintah (PP) No.72 Tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan. Sejalan dengan pelaksanaan pengujian dan kalibrasi yang dilakukan oleh BPFK, dikeluarkan pula PP No.13 Tahun 2009 tentang Pola Tarif yang berlaku untuk pengujian dan kalibrasi alat kesehatan.

Melalui sosialisasi yang mencakup perundang-undangan dan peraturan pemerintah yang berkaitan dengan masalah kalibrasi peralatan medis, setiap rumah sakit, pusat kesehatan masyarakat (puskesmas) maupun poliklinik diharapkan mulai sadar mengenai perlunya pengujian dan kalibrasi terhadap peralatan medis. Dengan dilaksana­kannya sosialisasi pengujian dan kalibrasi maka Dinas Kesehatan beserta jajarannya (rumah sakit dan puskesmas) diharapkan dapat mendukung sepenuhnya tugas yang dibebankan kepada BPFK. Kini di seluruh Indonesia telah berdiri empat BPFK yang ada di empat kota besar, yaitu BPFK Jakarta, BPFK Surabaya, BPFK Medan, dan BPFK Makassar. Namun, dari keempat BPFK tersebut, dirasakan sampai saat ini belum dapat memenuhi semua permintaan pelayanan. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengembangan jumlah dan jangkauan pelayanan BPFK untuk meningkatkan kemampuan cakupan pelayanannya.(12)

Maksud dan tujuan utama pengembangan BPFK adalah untuk lebih meningkatkan jangkauan layanan kegiatan pengujian dan kalibrasi alat kesehatan, sehingga pelayanan pengujian dan kalibrasi serta proteksi radiasi dapat menjangkau seluruh wilayah Indonesia. Untuk mewujudkan keinginan tersebut, pemerintah merencanakan akan membangun empat unit fungsional BPFK, yaitu Unit Fungsional Pengamanan Fasilitas Kesehatan di Solo, Palembang, Banjarmasin, dan Jayapura.

Tantangan pada era globalisasi yang diiringi dengan meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap mutu pelayanan kesehatan, mengakibatkan jumlah rumah sakit, puskesmas, dan sarana pelayanan kesehatan lainnya, merasa perlu untuk melakukan pengujian dan kalibrasi guna memenuhi standar kesesuaian mutu pelayanan kesehatan. Kepada lembaga-lembaga kesehatan yang belum melakukan pengujian dan kalibrasi peralatan medis yang dimilikinya, wajib melaksanakan pengujian dan kalibrasi untuk peralatan kesehatan, baik yang baru di instalasi atau sedang diuji fungsikan, setelah perbaikan dan peralatan kesehatan yang belum mempunyai sertifikat kalibrasi atau sertifikat kalibrasinya sudah tidak berlaku lagi.

Pengujian dan kalibrasi alat kesehatan terkait dengan keselamatan pasien yang saat ini sudah mulai masuk ke ranah hukum, sehingga pelaksanaan pengujian dan kali­brasi alat kesehatan bukan hanya sekadar untuk mengikuti Peraturan Menteri Kesehatan. Namun, yang lebih penting dari itu adalah dalam rangka menjamin kualitas pelayanan medis dan keamanan pasien. Peralatan medis harus memenuhi standar keamanan, keselamatan, kemanfaatan, dan laik pakai. Untuk menjamin terpenuhinya ketentuan tersebut maka terhadap setiap jenis peralatan medis harus dilakukan pengujian dan kalibrasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.(13)

Dengan adanya kecenderungan jumlah sarana pelayanan kesehatan yang terus meningkat maka kemampuan dalam pelayanan pengujian dan kalibrasi pun dituntut untuk meningkat pula. Rekomendasi Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa pencapaian kesesuaian mutu pada alat medis harus dilakukan pada seluruh tahapan, termasuk pada tahapan/siklus penggunaan. Beberapa kendala yang saat ini umum ditemui di lapangan dalam pelaksanaan pengujian dan kalibrasi peralatan medis adalah masalah alokasi anggaran. Banyak pemerintah daerah yang belum mengalokasikan anggaran untuk kegiatan pengujian dan kalibrasi peralatan medis.

Banyak permasalahan yang muncul berkaitan dengan penggunaan peralatan medis saat ini di Indonesia.(14)
Sekedar contoh, berdasarkan pengalaman dan pengamatan langsung di lapangan, banyak akurasi tensimeter pengukur tekanan darah yang sudah jauh melampaui batas toleransi yang ditetapkan, yakni berkisar lebih kurang 15 mmHg. Jika alat dalam kondisi seperti itu dipaksa digunakan tanpa dikalibrasi, orang yang memiliki tekanan darah tinggi bisa dinyatakan normal atau sebaliknya. Masalah yang ditemukan di lapangan ternyata bukan cuma soal kisaran akurasi, tetapi ada juga tensimeter yang air raksa di dalamnya memiliki gelembung, kotor, bahkan tersumbat, tapi tetap dipakai.

Di suatu rumah sakit, bukan tidak mungkin ditemukan hanya 20 persen dari alat kesehatannya yang masih layak pakai. Kenyataan itu terungkap dalam acara open house Kalibrasi dan Instrumentasi serta Teknologi Pengujian yang diadakan oleh Pusat Inovasi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) bekerja sama dengan Pusat Penelitian Kalibrasi, Instrumentasi, dan Metrologi LIPI serta Pusat Penelitian Standar Mutu dan Teknologi Pengujian LIPI. Hal-hal seperti inilah yang seharusnya mendapat perhatian dari pihak-pihak yang berkecimpung dalam pelayanan kesehatan kepada masyarakat.(14)
Masalah lain yang ditemukan di lapangan adalah adanya beberapa rumah sakit yang justru ketakutan ketika akan dilakukan pengujian terhadap peralatan kesehatan yang dimilikinya. Ketakutan itu muncul karena alat yang mereka miliki sudah tidak layak pakai.

Menurut Pusat Standar Mutu dan Teknologi Pengujian, saat ini pusat penelitian itu sedang merintis kemampuan dan fasilitas untuk pengujian alat-alat medis yang bukan sekadar tera, dengan harapan bisa memperbaiki kondisi seperti dicontohkan di atas. Beberapa jenis peralatan medis seperti peralatan ultrasonografi (USG), inkubator bayi, pacu jantung elektrik, simulator pasien, tensimeter, dan peralatan lainnya perlu diuji serta dikalibrasi ulang. Untuk peralatan USG, misalnya, pengujiannya dilakukan untuk memastikan apakah ketika alat bergerak ke sisi perut tertentu, gambar yang ditunjukkan benar bagian dari perut itu dan tidak menyimpang.

Suatu alat ada kemungkinannya juga harus menjalani beberapa jenis kalibrasi. Pesawat sinar-X untuk radiodiagnostik, misalnya, perlu diuji tingkat radiasi paparan (exposure radiation) dan kemampuan pencitraan dari alat tersebut.(15)
Kalibrasi jenis pertama ditujukan untuk mengalibrasi tingkat radiasi paparan yang keluar agar tidak melebihi batas normal keamanan bagi pasien maupun operator. Sedang kalibrasi yang kedua dilakukan berhubungan dengan diagnosis untuk mendapatkan kualitas citra terbaik.

Beberapa alat kedokteran sekarang ini ada juga yang sudah dilengkapi alat bantu untuk mengalibrasi dari pabrik pembuatnya. Misalnya, untuk pesawat CT-Scan terdapat water phantom untuk menganalisis distribusi intensitas dari CT-Scan dan pada elektrokadiograf (EKG) terdapat Phantom Signal Generator yang berupa generator sinyal pembangkit sinyal EKG standar. Pada alat-alat laboratorium klinik pun juga ada phantom pengkalibrasi ini. Jadi, bila rumah sakit membeli alat baru, perlu memperhatikan kelengkapan alat untuk pengkalibrasiannya.(16)

Tidak jarang suatu rumah sakit enggan untuk mengalibrasi alatnya karena merasa keabsenan alat tersebut saat dikalibrasi akan menggangu kelancaran pelayanan rumah sakit.(16)
Tidak jarang juga suatu rumah sakit bahkan sama sekali tidak tahu di mana dan bagaimana harus mengalibrasi alatnya. Banyak juga rumah sakit yang tidak mengetahui bahwa alatnya sudah tidak layak pakai lagi. Karena persoalan itu, kini sebagaian masyarakat umum yang sudah mulai paham tetang jaminan kualitas pelayanan kesehatan menjadi takut, atau paling tidak ragu kalau banyak dokter salah diagnosis gara-gara alat yang digunakan sebagai alat bantu tidak bisa dipercayai keakuratan hasil pengukurannya.

Masalah peralatan di rumah sakit bukan sekadar memperbaiki kalau ada kerusakan, tapi yang paling mendasar adalah melakukan kalibrasi alat yang erat kaitannya dengan akurasi dan presisi pembacaan alat terhadap spesimen yang diperiksa. Penyimpangan alat akan sangat besar kalau tidak pernah dikalibrasi, sehingga kelaikan alat atau pesawat untuk memeriksa spesimen dengan betul dan mendekati kebenaran sulit tercapai. Karena kondisi alat yang sudah tidak laik pakai, tidak jarang ditemukan kasus di lapangan di mana hasil pemeriksaan laboratorium tidak bersesuaian dengan kondisi klinis yang diderita pasien.16 Jika hal itu terjadi, jalan keluarnya selama ini adalah dengan mengulang pemeriksaan di laboratorium lain (second opinion/test). Tidak pernah mencurigai alat yang digunakan untuk melakukan pemeriksaan.

Penutup

Jika masalah kelayakan peralatan yang digunakan dalam pelayanan kesehatan dikaitkan dengan keselamatan pasien maka banyak jenis kegiatan medis yang dilakukan di Indonesia belum memberikan jaminan keselamatan kepada pasien. Indikasi ini dapat dilihat dari rendahnya kesadaran terhadap pengujian dan kalibrasi peralatan yang digunakan sebagai penunjang dalam pelayanan kesehatan. Pengujian dan kalibrasi alat medis sebaiknya dilakukan secara rutin, minimal setahun sekali. Namun, saat ini banyak peralatan medis yang digunakan di rumah sakit jarang divalidasi dan dikalibrasi ulang. Departemen Kesehatan melaporkan bahwa sekitar 40% instrumen medis yang dipakai di pusat-pusat pelayanan kesehatan di seluruh Indonesia belum dikalibrasi. Indikasi lain yang menunjukkan rendahnya jaminan keselamatan bagi pasien adalah laporan Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN) yang menemukan banyaknya pesawat sinar-X yang dioperasikan tanpa ijin, atau ijinnya sudah kadaluwarsa.

Di lain pihak, kesadaran masyarakat terhadap pentingnya penggunaan alat medis yang aman dan akurat semakin meningkat. Demikian pula tuntutan tehadap jaminan keselamatannya. Bertitik tolak dari kenyataan tersebut, terlihat masih adanya pekerjaan besar dalam mengoptimalkan peran pengujian dan kalibrasi alat-alat kesehatan di Indonesia.

Sumber :

http://www.jurnalmedika.com/edisi-tahun-2012/edisi-no-04-vol-xxxvii-2012/435-artikel-konsep/890-pentingnya-kalibrasi-alat-ukur-dalam-kegiatan-medis

Referensi / daftar pustaka
11)
http://www.psppk-depkes.org (dikunjungi tanggal 18 November 2010)
12)
http://www.bpfk-sby.com (dikunjungi tanggal 10 November 2010)
13)
Republika, Banyak Peralatan Medis Belum Dikalibrasi, Senin, 21 Oktober 2002.
14)
http://www.bpfk-makassar.com (dikunjungi tanggal 09 November 2010).
15)
Badan Pengawas Tenaga Nuklir, Laporan Keselamatan Nuklir di Indonesia Tahun 1999, BAPETEN, Jakarta (2000)
16)
http://www.geocities.com/Vienna/Strasse/2994 (dikunjungi tanggal 15 November 2010).{/reg}


Posted via Blogaway

Rabu, 18 Desember 2013

CARA PENGGUNAAN TENSIMETER

Tensimeter merupakan alat yang digunakan untuk mengukur tekanan darah seseorang. Sebenarnya cara menggunakan tensimeter cukup mudah karena orang yang awam di dunia kesehatanpun sebenarnya dapat melakukannya. Hal yang diperlukan adalah mempelajari cara kerja dari tensimeter itu sendiri.

Penggunaan tensimeter dimulai dengan mengondisikan pasien yang akan diukur tekanan darahnya dalam kondisi berbaring atau tiduran. Kemudian pasang manset tensimeter dengan cara diikatkan pada lengan bagian atas. dengan posisi sekitar dua jari di sebelah atas lipatan siku. Lalu letakkan stetoskop pada arteri brakhialis yang terletak pada derah lipatan siku.

Dengarkan denyut nadi dengan seksama sambil naikkan tekanan dalam tensimeter dengan jalan memompa hingga denyut nadi tidak terdengar lagi. Selanjutkan lepaskan tekanan pada tensimeter secara perlahan-lahan. Ketika denyut nadi mulai terdengar kembali, baca tekanan darah yang terdapat pada batas permukaan air raksa yang terdapat pada tensimeter. Tekanan yang ini disebut dengan istilah sistolik.

Ketika proses pengukuran tekanan darah pada tahap penurunan tekanan pada tensimeter secara perlahan, terdapat suatu kondisi dimana suara denyut nadi terdengar lebih jelas hingga suatu saat suara denyut nadi terdengar melemah dan pada akhirnya menghilang. Ketika tekanan darah melemah kita baca tekanan pada tensimeter yang ditunjukkan oleh batas air raksa. Tekanan pada kondisi inilah yang dikenal dengan istilah diastolik.

Usai proses pengukuran tekanan darah dengan menggunakan tensimeter dilakukan, berikutnya adalah tahap penggolongan tekanan darah pasien dalam kondisi normotensi (normal), hipertensi (darah tinggi) atau hipotensi (darah rendah). Adapun penggolongan tekanan darah, yaitu:

1.  Normotensi (normal)  : tekanan sistolik < 140 mm.Hg, tekanan
Diastolik 90 mm. H

2.  Perbatasan  : tekanan sistolik 141 – 159 mm.Hg, tekanan
diastolik 91-94 mm.Hg

3.  Hipertensi (darah tinggi) : tekanan sistolik > 160 mm.Hg, tekanan
diastolik > 95 mm.Hg

Demikianlah sedikit ulasan mengenai cara menggunakan tensimeter dengan baik dan benar. Hal ini menjadi pengetahuan tambahan bagi Anda yang merupakan orang yang awam di bidang kesehatan. Dengan paparan di atas dapat dipahami bahwa untuk melakukan pengukuran tekanan darah ternyata tidak sulit jika kita sudah paham prosedur dan langkah-langkah penggunaan tensimeter yang tepat.

Posted via Blogaway


Posted via Blogaway