Persatuan kaum muslimin di atas al haq dan larangan berpecah-belah, merupakan prinsip yang agung dalam agama
Islam. Namun layak disesalkan, kenyataan yang nampak di kalangan kaum muslimin berbeda dengan ajaran agama
yang suci ini. Maka di sini, kami sampaikan sebagian keterangan agama mengenai masalah besar ini. Semoga
bermanfaat untuk kita.
Allah Ta’ala berfirman,
Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai, dan ingatlah akan
nikmat Allah kepadamu ketika dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu
menjadilah kamu karena nikmat Allah orang-orang yang bersaudara . (QS Ali Imran:103)
Ibnu Jarir Ath Thabari berkata tentang tafsir ayat ini: Allah Ta’ala menghendaki dengan ayat ini, Dan berpeganglah
kamu semuanya kepada agama Allah yang telah Dia perintahkan, dan (berpeganglah kamu semuanya) kepada janjiNya yang Dia (Allah) telah mengadakan perjanjian atas kamu di dalam kitabNya, yang berupa persatuan dan kesepakatan di atas kalimat yang haq dan berserah diri terhadap perintah Allah . [Jami’ul Bayan 4/30.]
Al Hafidz Ibnu Katsir rahimahullah berkata,“Dia (Allah) memerintahkan mereka (umat Islam) untuk berjama’ah dan
melarang perpecahan. Dan telah datang banyak hadits, yang (berisi) larangan perpecahan dan perintah persatuan.
Mereka dijamin terjaga dari kesalahan manakala mereka bersepakat, sebagaimana tersebut banyak hadits tentang hal
itu juga. Dikhawatirkan terjadi perpecahan dan perselisihan atas mereka. Namun hal itu telah terjadi pada umat ini, sehingga mereka berpecah menjadi 73 firqah. Diantaranya terdapat satu firqah najiyah (yang selamat) menuju surga dan selamat dari siksa neraka. Mereka ialah orang-orang yang berada di atas apa-apa yang ada pada diri Nabi n dan para sahabat beliau.” [Tafsir Al Qur’anil ‘Azhim , surat Ali Imran:103.]
Al Qurthubi berkata tentang tafsir ayat ini,“Sesungguhnya Allah Ta’ala memerintahkan persatuan dan melarang dari perpecahan. Karena sesungguhnya perpecahan merupakan kebinasaan dan al jama’ah (persatuan) merupakan
keselamatan.” [Al Jami’ Li Ahkamil Qur’an 4/159.]
Al Qurthubi juga mengatakan,“Maka Allah Ta’ala mewajibkan kita berpegang kepada kitabNya dan Sunnah NabiNya,
serta -ketika berselisih- kembali kepada keduanya. Dan memerintahkan kita bersatu di atas landasan Al Kitab dan As
Sunnah, baik dalam keyakinan dan perbuatan. Hal itu merupakan sebab persatuan kalimat dan tersusunnya
perpecahan (menjadi persatuan), yang dengannya mashlahat-mashlahat dunia dan agama menjadi sempurna, dan
selamat dari perselisihan. Dan Allah memerintahkan persatuan dan melarang dari perpecahan yang telah terjadi pada
kedua ahli kitab”. ( Al-Jami’ Li Ahkamil Qur’an 4/164)
Beliau juga mengatakan,“Boleh juga maknanya, janganlah kamu berpecah-belah karena mengikuti hawa nafsu dan tujuan-tujuan yang bermacam-macam. Jadilah kamu saudara-saudara di dalam agama Allah, sehingga hal itu menghalangi dari (sikap) saling memutuskan dan membelakangi.” [Al Jami’ Li Ahkamil Qur’an 4/159.]
Asy Syaukani berkata tentang tafsir ayat ini,“Allah memerintahkan mereka bersatu di atas landasan agama Islam, atau kepada Al Qur’an. Dan melarang mereka dari perpecahan yang muncul akibat perselisihan di dalam agama.” [ Fahul
Qadir 1/367.]
Dari penjelasan para ulama di atas, dapat diambil beberapa perkara penting berkaitan dengan masalah persatuan.
Pertama
Perkataan Imam Ath Thabari: Berpeganglah kamu kepada janjiNya, yang Dia (Allah) telah mengadakan perjanjian atas kamu di dalam kitabNya, yang berupa persatuan dan kesepakatan di atas kalimat yang haq dan berserah diri terhadap perintah Allah ; menunjukkan kaidah dan landasan penting tentang persatuan yang benar. Yaitu: persatuan di atas kalimat yang haq dan berserah diri terhadap perintah Allah. Kalimat yang haq , sering diistilahkan untuk kalimat la ilaha illa Allah , termasuk Muhammad Rasulullah . Dengan demikian, asas persatuan ialah tauhid dan Sunnah. Tidak ada persatuan tanpa tauhid dan Sunnah Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam. Persatuan yang dibangun tidak berdasarkan
tauhid, merupakan model persatuan orang-orang musyrik. Dan persatuan yang tidak di atas Sunnah, merupakan
persatuan ahli bid’ah . Bukan Ahlus Sunnah!
Kedua
Penjelasan Ibnu Katsir rahimahullah yang menghubungkan ayat di atas -yang memerintahkan persatuan- dengan hadits firqah najiyah -menunjukkan- bahwa persatuan yang haq , ialah dengan mengikuti apa-apa yang ada pada Nabi dan para sahabat beliau. Membangun persatuan, yaitu dengan mengikuti Al Kitab dan As Sunnah berdasarkan pemahaman para sahabat, kemudian menolak bid’ah . Karena seluruh bid’ah merupakan kesesatan. Bid’ah adalah perkara baru dalam agama, yang tidak ada pada zaman Rasulullah n dan para sahabatnya.
Ketiga
Perkataan Al Qurhubi rahimahullah menjadi jelas bagi kita, bahwa langkah menuju persatuan yaitu dengan berpegang kepada kitab Allah dan Sunnah NabiNya, baik dalam keyakinan maupun perbuatan. Dan jika terjadi perselisihan, maka dikembalikan kepada keduanya.
Keempat
Demikian juga penjelasan Asy Syaukani. Bahwa persatuan, ialah dengan berpegang kepada agama Allah; dengan berpegang kepada Al Qur’an.
Allah Ta’ala juga berfirman,
dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalanKu yang lurus, maka ikutilah dia; dan janganlah kamu mengikuti
jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalanNya. Yang demikian itu diperintahkan
Allah kepadamu agar kamu bertaqwa. (QS Al An’am:153).
Syaikh Abu Bakar Jabir Al Jazairi berkata,“Ayat ini memuat perintah agar konsisten terhadap agama Islam, dalam
masalah aqidah, ibadah, hukum, akhlaq, dan adab. Ayat ini juga memuat larangan mengikuti selain Islam, yaitu seluruh
agama-agama dan sekte-sekte, yang Allah istilahkan dengan ‘ jalan-jalan ’. ( Aisarut Tafasir)
Menjelaskan firman Allah: dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain); Syaikh Abdurrahman bin Nashir As
Sa’di berkata,”Yaitu jalan-jalan yang menyelisihi jalan ini.” (Firman Allah: karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan
kamu dari jalanNya ), yaitu akan menyesatkan dan mencerai-beraikan kamu darinya. Maka jika kamu telah sesat dari
jalan yang lurus, maka di sana tidak ada lagi, kecuali jalan-jalan yang akan menghantarkan menuju neraka
jahim.” ( Taisir Karimir Rahman ).
Kemudian dari ayat di atas dapat diambil petunjuk, bahwa diantara langkah menuju dan menjaga persatuan ialah
dengan menetapi agama Islam sampai mati, dan berlepas diri dari selainnya, yang berupa: madzhab-madzhab,
agama-agama, dan jalan-jalan selain Islam.
LANGKAH MENUJU PERSATUAN
Setelah kita sampaikan perintah Allah tentang masalah persatuan ini, maka bagaimana keadaan umat yang sudah
terpecah-belah ini dapat dipersatukan lagi? Tidakkah persatuan umat itu merupakan impian semata yang mustahil
diwujudkan?
Sesungguhnya, agama kita mengajarkan segala kebaikan yang dibutuhkan umat manusia. Sedangkan persatuan umat Islam merupakan salah satu prinsip terbesar agama ini. Maka sudah pasti terdapat cara mengobati penyakit perpecahan umat yang sudah berabad-abad lamanya menggerogoti tubuh ini!
Berikut diantara langkah menuju persatuan umat Islam yang didambakan.
Pertama
Memutuskan Perkara Dengan Al Kitab dan As Sunnah.
Hai orang-orang yang beriman, ta’atilah Allah dan ta’atilah Rasul(Nya), dan ulil amri diantara kamu. Kemudian jika
kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur’an) dan Rasul (sunnahnya),
jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih
baik akibatnya. (QS An Nisa’:59).
Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Sa’di berkata,“Allah memerintahkan untuk mengembalikan segala perkara yang
diperselisihkan manusia -yang berupa ushuluddin dan furu’ - kepada Allah dan RasulNya, yaitu kepada kitab Allah dan
Sunnah RasulNya. Karena sesungguhnya, di dalam keduanya terdapat penyelesaian untuk seluruh perkara yang
diperselisihkan. Mungkin dengan jelas di dalam keduanya, atau dengan keumumannya, atau isyarat, atau peringatan,
atau pemahaman, atau keumuman makna, yang serupa dengannya dapat dikiaskan padanya. Karena sesungguhnya
kitab Allah dan Sunnah RasulNya merupakan fondasi bangunan agama. Keimanan tidak akan lurus, kecuali dengan
keduanya. Maka, mengembalikan (perkara yang diperselisihkan) kepada keduanya merupakan syarat keimanan.” ( Taisir
Karimir Rahman ).
Barangsipa bersungguh-sungguh mengikuti petunjuk Allah, niscaya akan terhindar dari kesesatan. Allah berfirman,
ﻓَﻤَﻦِ ﺍﺗَّﺒَﻊَ ﻫُﺪَﺍﻱَ ﻓَﻼَ ﻳَﻀِﻞُّ ﻭَﻻَ ﻳَﺸْﻘَﻰ
Barangsiapa yang mengikuti petunjukKu, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka. (QS Thaha:123).
Kedua
Menetapi jalan Ahlus Sunnah Wal Jama’ah dan meninggalkan seluruh bid’ah agama; mengikuti Sunnah Rasullah, mengikuti Sunnah dan pemahaman sahabat terhadap agama ini. Baik dalam perkara aqidah, ibadah,akhlaq, politik, ekonomi, dan seluruh sisi kehidupan beragama lainnya. Kemudian, menolak seluruh bid’ah . Karena bid’ah, sesungguhnya merupakan salah satu penyebab perpecahan terbesar.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Aku wasiatkan kepada kamu untuk bertakwa kepada Allah; mendengar dan taat (kepada penguasa kaum muslimin),
walaupun seorang budak Habsyi. Karena sesungguhnya, barangsiapa hidup setelahku, dia akan melihat perselishan
yang banyak. Maka wajib bagi kamu berpegang kepada Sunnahku dan Sunnah para khalifah yang mendapatkan
petunjuk dan lurus. Peganglah dan gigitlah dengan gigi geraham. Jauhilah semua perkara baru (dalam agama). Karena
semua perkara baru (dalam agama) adalah bid’ah, dan semua bid’ah adalah sesat. (HR. Abu Dawud no: 4607;Tirmidzi 2676; Ad Darimi; Ahmad; dan lainnya dari Al ‘Irbadh bin Sariyah).
Ketiga
Ikhlas dan memurnikan mutaba’ah .
Ketika Nabi Yusuf mengikhlaskan untuk Rabbnya, Allah memalingkan darinya pendorong-pendorong keburukan dan
kekejian.
Allah Ta’ala berfirman,
Demikianlah, agar Kami memalingkan daripadanya kemungkaran dan kekejian. Sesungguhnya Yusuf itu termasuk
hamba-hamba kami yang dijadikan ikhlas . (QS Yusuf:24).
Oleh karena inilah ketika Iblis mengetahui bahwa dia tidak memiliki jalan (untuk menguasai) orang-orang yang ikhlas,
dia mengecualikan mereka dari sumpahnya yang bersyarat untuk menyesatkan dan membinasakan (manusia). Iblis
mengatakan,
Demi kekuasaanMu, aku akan menyesatkan mereka semuanya, kecuali hamba-hambaMu yang mukhlas diantara
mereka, (QS Shad:82-83).
Maka ikhlas merupakan jalan kebebasan, Islam sebagai kendaraan keselamatan, dan iman adalah penutup keamanan.
[Al ‘Ilmu Fadhluhu Wa Syarafuhu , tansiq : Syaikh Ali bin Hasan Al Halabi.]
Hendaklah kaum muslimin menjadikan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagi satu-satunya manusia yang diikuti secara mutlak. Adapun selain beliau, maka perkataannya dapat diterima atau ditolak, sesuai dengan ukuran kebenaran. Karena seluruh apa yang datang dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah haq , sedangkan yang menyelisihinya adalah batil. Amalan yang menyimpang dari jalan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sudah cukup untuk menjadikan amal tersebut tertolak.
Dari Aisyah, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,“Barangsiapa membuat perkara baru di dalam
urusan kami ini apa-apa yang bukan darinya, maka perkara itu tertolak.” (HR Bukhari dan Muslim).
Keempat
Menuntut ilmu syar’i dan mendalami agama dari ahlinya.
Untuk mengikuti al jama’ah , mengikuti Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya, tidaklah
dapat dijalankan kecuali dengan bimbingan para ulama’ Ahlus Sunnah Wal Jama’ah. Karena para ulama itu sebagai al
jama’ah . Maka seseorang yang ingin selalu menetapi kebenaran dan persatuan, harus selalu mendalami agama
dengan bimbingan para ulama Ahlus Sunnah yang lurus aqidahnya, terpercaya amanahnya dan agamanya.
Bergaul dengan ahli ilmu, meneladani akhlak, mengambil ilmu mereka dengan manhaj yang lurus merupakan langkah
untuk menjauhi perpecahan dan menjaga persatuan. Dan para ulama itu akan selalu ada sepanjang zaman, sampai
dikehendaki oleh Allah. Mereka itu adalah thaifah al manshurah (kelompok yang ditolong oleh Allah).
Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui, (QS An Nahl:43)
PENUTUP
Demikianlah sebagian langkah untuk merajut persatuan. Jika umat ini benar-benar mengikuti agamanya, maka mereka
akan hidup bersaudara sebagaimana yang disampaikan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan sabda beliau di
bawah ini,
Muslim adalah saudara muslim yang lain, dia tidak boleh menzhaliminya, membiarkannya (dalam kesusahan), dan
merendahkannya. Takwa itu di sini, -beliau menunjuk dadanya tiga kali- cukuplah keburukan bagi seseorang, jika dia
merendahkan saudaranya seorang muslim. Setiap orang muslim terhadap muslim yang lain haram: darahnya, hartanya,
dan kehormatannya. (HR Muslim no. 2564; dan lainnya dari Abu Hurairah).
Juga dalam Shahih Bukhari dan Muslim, dari Abu Musa Al Asy’ari, dari Nabi, beliau bersabda,
Seorang mukmin terhadap orang mukmin yang lain seperti satu bangunan, sebagian mereka menguatkan sebagian
yang lain, dan beliau menjalin antara jari-jarinya.
Semoga Allah memperbaiki keadaan kaum muslimin dan mengembalikan kemuliaan mereka. Sesungguhnya Dia Maha
Mendengar doa dan Maha Kuasa terhadap segala sesuatu. Alhamdulillah Rabbil ‘alamiin.
Disusun oleh Ustadz Muslim Al-Atsari
Artikel www.ustadzmuslim.com , dipublish ulang www.muslim.or.id
Islam. Namun layak disesalkan, kenyataan yang nampak di kalangan kaum muslimin berbeda dengan ajaran agama
yang suci ini. Maka di sini, kami sampaikan sebagian keterangan agama mengenai masalah besar ini. Semoga
bermanfaat untuk kita.
Allah Ta’ala berfirman,
Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai, dan ingatlah akan
nikmat Allah kepadamu ketika dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu
menjadilah kamu karena nikmat Allah orang-orang yang bersaudara . (QS Ali Imran:103)
Ibnu Jarir Ath Thabari berkata tentang tafsir ayat ini: Allah Ta’ala menghendaki dengan ayat ini, Dan berpeganglah
kamu semuanya kepada agama Allah yang telah Dia perintahkan, dan (berpeganglah kamu semuanya) kepada janjiNya yang Dia (Allah) telah mengadakan perjanjian atas kamu di dalam kitabNya, yang berupa persatuan dan kesepakatan di atas kalimat yang haq dan berserah diri terhadap perintah Allah . [Jami’ul Bayan 4/30.]
Al Hafidz Ibnu Katsir rahimahullah berkata,“Dia (Allah) memerintahkan mereka (umat Islam) untuk berjama’ah dan
melarang perpecahan. Dan telah datang banyak hadits, yang (berisi) larangan perpecahan dan perintah persatuan.
Mereka dijamin terjaga dari kesalahan manakala mereka bersepakat, sebagaimana tersebut banyak hadits tentang hal
itu juga. Dikhawatirkan terjadi perpecahan dan perselisihan atas mereka. Namun hal itu telah terjadi pada umat ini, sehingga mereka berpecah menjadi 73 firqah. Diantaranya terdapat satu firqah najiyah (yang selamat) menuju surga dan selamat dari siksa neraka. Mereka ialah orang-orang yang berada di atas apa-apa yang ada pada diri Nabi n dan para sahabat beliau.” [Tafsir Al Qur’anil ‘Azhim , surat Ali Imran:103.]
Al Qurthubi berkata tentang tafsir ayat ini,“Sesungguhnya Allah Ta’ala memerintahkan persatuan dan melarang dari perpecahan. Karena sesungguhnya perpecahan merupakan kebinasaan dan al jama’ah (persatuan) merupakan
keselamatan.” [Al Jami’ Li Ahkamil Qur’an 4/159.]
Al Qurthubi juga mengatakan,“Maka Allah Ta’ala mewajibkan kita berpegang kepada kitabNya dan Sunnah NabiNya,
serta -ketika berselisih- kembali kepada keduanya. Dan memerintahkan kita bersatu di atas landasan Al Kitab dan As
Sunnah, baik dalam keyakinan dan perbuatan. Hal itu merupakan sebab persatuan kalimat dan tersusunnya
perpecahan (menjadi persatuan), yang dengannya mashlahat-mashlahat dunia dan agama menjadi sempurna, dan
selamat dari perselisihan. Dan Allah memerintahkan persatuan dan melarang dari perpecahan yang telah terjadi pada
kedua ahli kitab”. ( Al-Jami’ Li Ahkamil Qur’an 4/164)
Beliau juga mengatakan,“Boleh juga maknanya, janganlah kamu berpecah-belah karena mengikuti hawa nafsu dan tujuan-tujuan yang bermacam-macam. Jadilah kamu saudara-saudara di dalam agama Allah, sehingga hal itu menghalangi dari (sikap) saling memutuskan dan membelakangi.” [Al Jami’ Li Ahkamil Qur’an 4/159.]
Asy Syaukani berkata tentang tafsir ayat ini,“Allah memerintahkan mereka bersatu di atas landasan agama Islam, atau kepada Al Qur’an. Dan melarang mereka dari perpecahan yang muncul akibat perselisihan di dalam agama.” [ Fahul
Qadir 1/367.]
Dari penjelasan para ulama di atas, dapat diambil beberapa perkara penting berkaitan dengan masalah persatuan.
Pertama
Perkataan Imam Ath Thabari: Berpeganglah kamu kepada janjiNya, yang Dia (Allah) telah mengadakan perjanjian atas kamu di dalam kitabNya, yang berupa persatuan dan kesepakatan di atas kalimat yang haq dan berserah diri terhadap perintah Allah ; menunjukkan kaidah dan landasan penting tentang persatuan yang benar. Yaitu: persatuan di atas kalimat yang haq dan berserah diri terhadap perintah Allah. Kalimat yang haq , sering diistilahkan untuk kalimat la ilaha illa Allah , termasuk Muhammad Rasulullah . Dengan demikian, asas persatuan ialah tauhid dan Sunnah. Tidak ada persatuan tanpa tauhid dan Sunnah Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam. Persatuan yang dibangun tidak berdasarkan
tauhid, merupakan model persatuan orang-orang musyrik. Dan persatuan yang tidak di atas Sunnah, merupakan
persatuan ahli bid’ah . Bukan Ahlus Sunnah!
Kedua
Penjelasan Ibnu Katsir rahimahullah yang menghubungkan ayat di atas -yang memerintahkan persatuan- dengan hadits firqah najiyah -menunjukkan- bahwa persatuan yang haq , ialah dengan mengikuti apa-apa yang ada pada Nabi dan para sahabat beliau. Membangun persatuan, yaitu dengan mengikuti Al Kitab dan As Sunnah berdasarkan pemahaman para sahabat, kemudian menolak bid’ah . Karena seluruh bid’ah merupakan kesesatan. Bid’ah adalah perkara baru dalam agama, yang tidak ada pada zaman Rasulullah n dan para sahabatnya.
Ketiga
Perkataan Al Qurhubi rahimahullah menjadi jelas bagi kita, bahwa langkah menuju persatuan yaitu dengan berpegang kepada kitab Allah dan Sunnah NabiNya, baik dalam keyakinan maupun perbuatan. Dan jika terjadi perselisihan, maka dikembalikan kepada keduanya.
Keempat
Demikian juga penjelasan Asy Syaukani. Bahwa persatuan, ialah dengan berpegang kepada agama Allah; dengan berpegang kepada Al Qur’an.
Allah Ta’ala juga berfirman,
dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalanKu yang lurus, maka ikutilah dia; dan janganlah kamu mengikuti
jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalanNya. Yang demikian itu diperintahkan
Allah kepadamu agar kamu bertaqwa. (QS Al An’am:153).
Syaikh Abu Bakar Jabir Al Jazairi berkata,“Ayat ini memuat perintah agar konsisten terhadap agama Islam, dalam
masalah aqidah, ibadah, hukum, akhlaq, dan adab. Ayat ini juga memuat larangan mengikuti selain Islam, yaitu seluruh
agama-agama dan sekte-sekte, yang Allah istilahkan dengan ‘ jalan-jalan ’. ( Aisarut Tafasir)
Menjelaskan firman Allah: dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain); Syaikh Abdurrahman bin Nashir As
Sa’di berkata,”Yaitu jalan-jalan yang menyelisihi jalan ini.” (Firman Allah: karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan
kamu dari jalanNya ), yaitu akan menyesatkan dan mencerai-beraikan kamu darinya. Maka jika kamu telah sesat dari
jalan yang lurus, maka di sana tidak ada lagi, kecuali jalan-jalan yang akan menghantarkan menuju neraka
jahim.” ( Taisir Karimir Rahman ).
Kemudian dari ayat di atas dapat diambil petunjuk, bahwa diantara langkah menuju dan menjaga persatuan ialah
dengan menetapi agama Islam sampai mati, dan berlepas diri dari selainnya, yang berupa: madzhab-madzhab,
agama-agama, dan jalan-jalan selain Islam.
LANGKAH MENUJU PERSATUAN
Setelah kita sampaikan perintah Allah tentang masalah persatuan ini, maka bagaimana keadaan umat yang sudah
terpecah-belah ini dapat dipersatukan lagi? Tidakkah persatuan umat itu merupakan impian semata yang mustahil
diwujudkan?
Sesungguhnya, agama kita mengajarkan segala kebaikan yang dibutuhkan umat manusia. Sedangkan persatuan umat Islam merupakan salah satu prinsip terbesar agama ini. Maka sudah pasti terdapat cara mengobati penyakit perpecahan umat yang sudah berabad-abad lamanya menggerogoti tubuh ini!
Berikut diantara langkah menuju persatuan umat Islam yang didambakan.
Pertama
Memutuskan Perkara Dengan Al Kitab dan As Sunnah.
Hai orang-orang yang beriman, ta’atilah Allah dan ta’atilah Rasul(Nya), dan ulil amri diantara kamu. Kemudian jika
kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur’an) dan Rasul (sunnahnya),
jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih
baik akibatnya. (QS An Nisa’:59).
Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Sa’di berkata,“Allah memerintahkan untuk mengembalikan segala perkara yang
diperselisihkan manusia -yang berupa ushuluddin dan furu’ - kepada Allah dan RasulNya, yaitu kepada kitab Allah dan
Sunnah RasulNya. Karena sesungguhnya, di dalam keduanya terdapat penyelesaian untuk seluruh perkara yang
diperselisihkan. Mungkin dengan jelas di dalam keduanya, atau dengan keumumannya, atau isyarat, atau peringatan,
atau pemahaman, atau keumuman makna, yang serupa dengannya dapat dikiaskan padanya. Karena sesungguhnya
kitab Allah dan Sunnah RasulNya merupakan fondasi bangunan agama. Keimanan tidak akan lurus, kecuali dengan
keduanya. Maka, mengembalikan (perkara yang diperselisihkan) kepada keduanya merupakan syarat keimanan.” ( Taisir
Karimir Rahman ).
Barangsipa bersungguh-sungguh mengikuti petunjuk Allah, niscaya akan terhindar dari kesesatan. Allah berfirman,
ﻓَﻤَﻦِ ﺍﺗَّﺒَﻊَ ﻫُﺪَﺍﻱَ ﻓَﻼَ ﻳَﻀِﻞُّ ﻭَﻻَ ﻳَﺸْﻘَﻰ
Barangsiapa yang mengikuti petunjukKu, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka. (QS Thaha:123).
Kedua
Menetapi jalan Ahlus Sunnah Wal Jama’ah dan meninggalkan seluruh bid’ah agama; mengikuti Sunnah Rasullah, mengikuti Sunnah dan pemahaman sahabat terhadap agama ini. Baik dalam perkara aqidah, ibadah,akhlaq, politik, ekonomi, dan seluruh sisi kehidupan beragama lainnya. Kemudian, menolak seluruh bid’ah . Karena bid’ah, sesungguhnya merupakan salah satu penyebab perpecahan terbesar.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Aku wasiatkan kepada kamu untuk bertakwa kepada Allah; mendengar dan taat (kepada penguasa kaum muslimin),
walaupun seorang budak Habsyi. Karena sesungguhnya, barangsiapa hidup setelahku, dia akan melihat perselishan
yang banyak. Maka wajib bagi kamu berpegang kepada Sunnahku dan Sunnah para khalifah yang mendapatkan
petunjuk dan lurus. Peganglah dan gigitlah dengan gigi geraham. Jauhilah semua perkara baru (dalam agama). Karena
semua perkara baru (dalam agama) adalah bid’ah, dan semua bid’ah adalah sesat. (HR. Abu Dawud no: 4607;Tirmidzi 2676; Ad Darimi; Ahmad; dan lainnya dari Al ‘Irbadh bin Sariyah).
Ketiga
Ikhlas dan memurnikan mutaba’ah .
Ketika Nabi Yusuf mengikhlaskan untuk Rabbnya, Allah memalingkan darinya pendorong-pendorong keburukan dan
kekejian.
Allah Ta’ala berfirman,
Demikianlah, agar Kami memalingkan daripadanya kemungkaran dan kekejian. Sesungguhnya Yusuf itu termasuk
hamba-hamba kami yang dijadikan ikhlas . (QS Yusuf:24).
Oleh karena inilah ketika Iblis mengetahui bahwa dia tidak memiliki jalan (untuk menguasai) orang-orang yang ikhlas,
dia mengecualikan mereka dari sumpahnya yang bersyarat untuk menyesatkan dan membinasakan (manusia). Iblis
mengatakan,
Demi kekuasaanMu, aku akan menyesatkan mereka semuanya, kecuali hamba-hambaMu yang mukhlas diantara
mereka, (QS Shad:82-83).
Maka ikhlas merupakan jalan kebebasan, Islam sebagai kendaraan keselamatan, dan iman adalah penutup keamanan.
[Al ‘Ilmu Fadhluhu Wa Syarafuhu , tansiq : Syaikh Ali bin Hasan Al Halabi.]
Hendaklah kaum muslimin menjadikan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagi satu-satunya manusia yang diikuti secara mutlak. Adapun selain beliau, maka perkataannya dapat diterima atau ditolak, sesuai dengan ukuran kebenaran. Karena seluruh apa yang datang dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah haq , sedangkan yang menyelisihinya adalah batil. Amalan yang menyimpang dari jalan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sudah cukup untuk menjadikan amal tersebut tertolak.
Dari Aisyah, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,“Barangsiapa membuat perkara baru di dalam
urusan kami ini apa-apa yang bukan darinya, maka perkara itu tertolak.” (HR Bukhari dan Muslim).
Keempat
Menuntut ilmu syar’i dan mendalami agama dari ahlinya.
Untuk mengikuti al jama’ah , mengikuti Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya, tidaklah
dapat dijalankan kecuali dengan bimbingan para ulama’ Ahlus Sunnah Wal Jama’ah. Karena para ulama itu sebagai al
jama’ah . Maka seseorang yang ingin selalu menetapi kebenaran dan persatuan, harus selalu mendalami agama
dengan bimbingan para ulama Ahlus Sunnah yang lurus aqidahnya, terpercaya amanahnya dan agamanya.
Bergaul dengan ahli ilmu, meneladani akhlak, mengambil ilmu mereka dengan manhaj yang lurus merupakan langkah
untuk menjauhi perpecahan dan menjaga persatuan. Dan para ulama itu akan selalu ada sepanjang zaman, sampai
dikehendaki oleh Allah. Mereka itu adalah thaifah al manshurah (kelompok yang ditolong oleh Allah).
Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui, (QS An Nahl:43)
PENUTUP
Demikianlah sebagian langkah untuk merajut persatuan. Jika umat ini benar-benar mengikuti agamanya, maka mereka
akan hidup bersaudara sebagaimana yang disampaikan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan sabda beliau di
bawah ini,
Muslim adalah saudara muslim yang lain, dia tidak boleh menzhaliminya, membiarkannya (dalam kesusahan), dan
merendahkannya. Takwa itu di sini, -beliau menunjuk dadanya tiga kali- cukuplah keburukan bagi seseorang, jika dia
merendahkan saudaranya seorang muslim. Setiap orang muslim terhadap muslim yang lain haram: darahnya, hartanya,
dan kehormatannya. (HR Muslim no. 2564; dan lainnya dari Abu Hurairah).
Juga dalam Shahih Bukhari dan Muslim, dari Abu Musa Al Asy’ari, dari Nabi, beliau bersabda,
Seorang mukmin terhadap orang mukmin yang lain seperti satu bangunan, sebagian mereka menguatkan sebagian
yang lain, dan beliau menjalin antara jari-jarinya.
Semoga Allah memperbaiki keadaan kaum muslimin dan mengembalikan kemuliaan mereka. Sesungguhnya Dia Maha
Mendengar doa dan Maha Kuasa terhadap segala sesuatu. Alhamdulillah Rabbil ‘alamiin.
Disusun oleh Ustadz Muslim Al-Atsari
Artikel www.ustadzmuslim.com , dipublish ulang www.muslim.or.id