basukidwiputranto.blogspot.com

basukidwiputranto.blogspot.com

Selasa, 15 Mei 2018

Puasa Ramadhan dan Pengampunan Dosa


Allah dan Rasul-Nya memberikan targhib (spirit) untuk melakukan puasa Ramadhan dengan menjelaskan keutamaan serta tingginya kedudukan puasa, dan kalau seandainya orang yang puasa mempunyai dosa seperti buih di lautan niscaya akan diampuni dengan sebab ibadah yang baik dan diberkahi ini. 
Dari Abu Hurairah رضي الله عنه dari Nabi صلى الله عليه وسلم, (bahwasanya) beliau bersabda:

مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

"Barangsiapa yang berpuasa di bulan Ramadhan dengan penuh iman dan ihtisab maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu"1
Dari Abu Hurairah رضي الله عنه juga, -Rasulullah صلى الله عليه وسلم pernah bersabda:

اَلصَّلَوَاتُ الْخَمْسُ وَالْجُمْعَةُ إِلَى الْجُمْعَةِ وَرَمَضَانُ إِلَى رَمَضَانَ مُكَفِّرَاتٌ لِمَا بَيْنَهُنَّ إِذَا اجْتُنِبَتِ الْكَبَائِرُ

"Shalat yang lima waktu, Jum'at ke Jum'at. Ramadhan ke Ramadhan adalah penghapus dosa yang terjadi di antara senggang waktu tersebut jika menjauhi dosa besar" (HR. Muslim  233)
Masih dari Abu Hurairah رضي الله عنه juga, (bahwasanya) Rasulullah صلى الله عليه وسلم pernah naik mimbar kemudian berkata: Amin, Amin, Amin" Ditanyakan kepadanya: "Ya Rasulullah, engkau naik mimbar kemudian mengucapkan Amin, Amin, Amin?" Beliau bersabda: "Sesungguhnya Jibril عليهالسلام datang kepadaku, dia berkata : "Barangsiapa yang mendapati bulan Ramadhan tapi tidak diampuni dosanya maka akan masuk neraka dan akan Allah jauhkan dia,  katakan "Amin", maka akupun mengucapkan Amin...."2


Wasallamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
29 sya'ban 1439 H


Footnote :.
1) Hadits Riwayat Bukhari 4/99, Muslim 759. Makna "Iimanan wahtisaaban”berarti percaya sepenuhnya akan kewajiban puasa tersebut serta mengharapkan pahalanya. Menjalankan puasa dengan sepenuh jiwa tanpa adanya unsur keterpaksaan dan tidak juga merasa keberatan umntuk menjalaninya. Berikut ini ungkapan seseorang yang mempunyai gelar Amiirusy Syua’ara’, yaitu Ahmad Syauqi:
“Ramadhan telah berlalu,
datangkanla ia kembali.
Jiwa yang penuh kerinduan,
berjalan mengejar yang dirindukan.”

2) Hadits Riwayat Ibnu Khuzaimah 3/192 dan Ahmad 2/246 dan 254 dan Al-Baihaqi 4/204 dari jalan Abu Hurairah. Hadits ini shahih, asalnya terdapat dalam Shahih Muslim 4/1978. Dalam bab ini banyak hadits dari beberapa orang sahabat, lihatlah dalam Fadhailu Syahri Ramadhan hal.25-34 karya Ibnu Syahin.

Senin, 14 Mei 2018

MENYAMBUT BULAN RAMADHAN



1. Menghitung Hari Bulan Sya'ban

Umat Islam seyogyanya menghitung bulan Sya'ban sebagai persiapan memasuki Ramadhan. Karena satu bulan itu terkadang dua puluh sembilan hari dan terkadang tiga puluh hari, maka berpuasa (itu dimulai) ketika melihat hilal bulan Ramdhan. Jika terhalang awan hendaknya menyempurnakan  bulan Sya'ban menjadi tiga puluh hari. Karena Allah menciptakan langit-langit dan bumi serta menjadikan tempat-tempat tertentu agar manusia mengetahui jumlah tahun dan hisab. Satu bulan tidak akan lebih dari tiga puluh hari.
Dari Abu Hurairah رضي الله عنه, ia berkata: Rasulullah صلي الله عليه وسلم     bersabda:

صُومُوا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوا لِرُؤْيَتِهِ فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُوا شَعْبَانَ ثَلَاثِينَ

"Puasalah kalian karena melihat hilal, dan berbukalah karena melihat hilal. Jika kalian terhalangi awan, sempurnakanlah bulan Sya'ban tiga puluh hari" (HR. Bukhari 4/106 dan Muslim 1081).
Dari Abdullah bin Umar رضى الله عنهما, (bahwasanya) Rasulullah صلي الله عليه وسلم  bersabda:

إِذَا جَاءَ رَمَضَانَ فَصُومُوا ثَلاَثِيْنَ إِلاَّ أَنْ تَرَوُا الْـهِلاَلَ قَبْلَ ذَلِكَ

"Jika datang bulan Ramadhan puasalah tiga puluh hari, kecuali kalian melihat hilal sebelum hari ke tiga puluh."
Hadits Riwayat [HR.] At-Thahawi dalam Musykilul Atsar No. 501, Ahmad 4/377, At-Thabrani dalam Al-Kabir 17/171. Dalam sanadnya ada Musalin bin Sa'id, beliau dhaif sebagaiamana dikatakan oleh Al-Haitsami dalam Majma Az-Zawaid 3/146, akan tetapi hadits ini mempunyai banyak syawahid, lihat Al-Irwaul Ghalil 901, karya Syaikhuna Al-Albany.

2. Barangsiapa yang Berpuasa Hari Syak, Berarti (ia) Telah Durhaka Kepada Abul Qasim صلى الله عليه وسلم

Oleh karena itu, seorang muslim tidak seyogyanya mendahului bulan puasa dengan melakukan puasa satu atau dua hari sebelumnya dengan alasan hati-hati, kecuali kalau bertepatan dengan puasa sunnah yang biasa ia lakukan. Dari Abu Hurairah رضي الله عنه, ia berkata : Rasulullah صلي الله عليه وسلم  bersabda.

لَا تَقَدَّمُوا رَمَضَانَ بِصَوْمِ يَوْمٍ وَلَا يَوْمَيْنِ, إِلَّا رَجُلٌ كَانَ يَصُومُ صَوْمًا, فَلْيَصُمْهُ

"Janganlah kalian mendahului Ramadhan dengan melakukan puasa satu atau dua hari sebelumnya kecuali seorang yang telah rutin berpuasa maka berpuasalah" (HR. Muslim (573 -Mukhtashar dengan Muallaqnya))
Ketahuilah wahai saudaraku, di dalam Islam barangsiapa yang puasa pada hari yang diragukan, (berarti ia) telah durhaka kepada Abul Qasim Rasulullah صلي الله عليه وسلم. Shillah bin Zyfar dari Ammar membawakan perkataan Ammar bin Yasir:

مَنْ صَامَ اَلْيَوْمَ اَلَّذِي يُشَكُّ فِيهِ فَقَدْ عَصَى أَبَا اَلْقَاسِمِ صلى الله عليه وسلم

"Barangsiapa yang berpuasa pada hari yang diragukan berarti telah durhaka kepada Abul Qasim صلي الله عليه وسلم"
Dibawakan tanpa sanad oleh Bukhari 4/119, dimaushulkan oleh Abu Daud 3334, Tirmidzi 686, Ibnu Majah 3334, An-Nasa'i 2199 dari jalan Amr bin Qais Al-Mala'i dari Abu Ishaq dari Shilah bin Zufar, dari Ammar. Dalam sanadnya ada Abu Ishaq, yakni As-Sabi'in mudallis dan dia telah 'an-anah dalam hadits ini, dia juga telah bercampur hafalannya, akan tetapi hadits ini mempunyai banyak jalan dan mempunyai syawahid (pendukungnya) dibawakan oleh Al-Hafizd Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam Ta'liqu Ta'liq 3/141-142 sehingga beliau menghasankan hadits ini.

3. Jika Seorang Muslim Telah Melihat Hilal Hendaknya Kaum Muslimin Berpuasa atau Berbuka

Melihat hilal teranggap kalau ada dua orang saksi yang adil, berdasarkan sabda Rasulullah صلي الله عليه وسلم:

صُومُوا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوا لِرُؤْيَتِهِ وَانْسُكُوا لَهَا فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُوا ثَلَاثِينَ فَإِنْ شَهِدَ شَاهِدَانِ فَصُومُوا وَأَفْطِرُوا

"Berpuasalah kalian karena melihat hilal, berbukalah kalian karena melihatnya, berhajilah kalian karena melihat hilal, jika kalian tertutup awan, maka sempurnakanlah (bilangan bulan Sya'ban menjadi) tiga puluh hari, jika ada dua saksi berpuasalah kalian dan berbukalah"

HR. An-Nasa'i 4/133, Ahmad 4/321, Ad-Daruquthni 2/167 dari jalan Husain bin Al-Harist Al-jadal dari Abdurrahman bin Zaid bin Al-Khaththab dari para sahabat Rasulullah صلي الله عليه وسلم, dan sanadnya hasan. Lafadz di atas adalah pada riwayat An-Nasa'i, Ahmad menambahkan : "Dua orang muslim".

Tidak diragukan lagi, bahwa diterimanya persaksian dua orang dalam satu kejadian tidak menunjukkan persaksian seorang diri itu ditolak, oleh karena itu persaksian seorang saksi dalam melihat hilal tetap teranggap (sebagai landasan untuk memulai puasa), dalam suatu riwayat yang shahih dari Ibnu Umar رضى الله عنهما, ia berkata : "Manusia mencari-cari hilal, maka aku khabarkan kepada Nabi صلي الله عليه وسلم  bahwa aku melihatnya, maka Rasulullah-pun menyuruh manusia berpuasa.

HR. Abu Dawud 2342, Ad-Darimi 2/4, Ibnu Hibban 871, Al-Hakim 1/423, Al-Baihaqi 4/212 dari dua jalan, yakni dari jalan Ibnu Wahb dari Yahya bin Abdullah bin Salim dari Abu Bakar bin Nafi' dari bapaknya dari Ibnu Umar, sanadnya Hasan, sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Hajar dalam At-Talkhisul Habir 2/187


Wallahu 'alam Bishawab.

Semoga yang sedikit ini menjadi manfaat buat kita.
Wasallamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Jakarta, 28 Sya'ban 1439 H