Sebagian Salaf berkata, “Wahai manusia, engkau membutuhkan bagian dunia, tetapi terhadap akhirat engkau lebih membutuhkannya. Jika engkau memulainya dengandunia, maka engkau telah mengabaikan akhirat, sedangkan duniamu ada dalam titik bahaya. Dan jika engkau memulainya dengan akhirat, maka engkau memperoleh duniamu, karena itu lakukanlah dengan baik.”[1]
Bagaimana seseorang dapat menikmati kehidupan sedangkandia tahu
bahwa Ilah semua makhluk akan bertanya kepadanya.
Dia akan menyiksa karena kezhaliman seoranghamba,
dan akan membalasnya dengan pahala karena kebaikan yang ia lakukan."[2]
Al-Hasan al-Bashri menulis surat kepada ‘Umar bin ‘Abdil ‘Aziz rahimahullah, beliau berkata, “Amma ba'du: Dunia adalah sebuah perjalanan, bukan tempat menetap. Allah menurunkan Adam ke dunia sebagai balasan atas apa yang dia lakukan, maka berhati-hatilah wahai Amirul Mukminin, karena sesungguhnyabekal dunia adalah dengan meninggalkannya dan kekayaannya adalah kefakirannya. Setiap saat ada yang terbunuh di dalamnya, terhinalah orangyang memuliakannya, dan fakirlah orangyang mengumpulkannya. Ia bagaikan racun mematikan yang diminum oleh orang yang tidak mengetahuinya, maka jadilah engkau seperti orang yang sedang mengobati luka, dia merasakan demam dalam waktu yang singkat karena merasa takut akan sesuatu yang menyakitkan dalam waktu yang lama dan bersabarlah menelan obat karena takut akan musibah yang berkepanjangan.
Berhati-hatilah terhadap alam yang menipu dan penuh dengan hayalan ini, sebuah alam yang dihiasi dengan tipuan, dilukiskan dengansebuah angan-angansehingga semua materi duniawi ini menjadi mulia bagaikan seorangpengantinyang cantik menawan. Semua mata dan hati memandang kepadanya dan jiwa pun merasakan kerinduan yang mendalam kepadanya, akan tetapi dia adalah seorangpembunuh yang membunuhsuaminya.
Tidak ada seorangpun yang bisa mengambil pelajaran atas sesuatu yang telah berlalu darinya dan tidak ada seorangpunyang merasa takut atas apa yang menimpa orang sebelumnya. Tidak ada seorangpun yang mengenal Allah ketika hal itu disebutkan kepadanya sehinggadia mengingat-Nya. Orangyang rindu akan dunia dengan mendapatkan kebutuhannya sehingga dia menjadi lupa dan lalai, dia disibukkan dengannya sehinggahampir saja kedua kakinya terpeleset, yang berakhir kepada sebuah penyesalan dan kerugian yang sangat besar. Dia keluar tanpa membawa bekal, lalu mempersembahkan sesuatu tanpa alas.
Berhati-hatilah wahai Amirul Mukminin! Jadilah engkau sebagai orangyang paling tertawan di dalamnya. Berhati-hatilah! Karena orangyang mendapatkan dunia, setiap kali dia menginginkan sebuah kesenangan, maka hanya sesuatu yang mereka bencilah yang didapatkan, kemegahan mengantarkannya kepada sebuah bencana, keabadian yang mereka harapkan hanyalah sebuah bayangan semu, kebahagiaan mereka teracuni oleh kesedihan, sesuatu yang pergitidak akan bisa kembali, dan dia pun tidak akan tahu apa yang akan dia dapatkan. Angan-angannya adalah kebohongan, harapannya adalah kebathilan, kejernihannya adalah kekeruhan, kehidupannya adalah kesengsaraan, dan semua manusia hidupdi dunia dalam keadaan yang membahayakan.
Nabimu, Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah ditawarkan kunci dan gudang harta dunia, akan tetapi beliau menolaknya, dia tidak mau mencintai sesuatu yang dibenci oleh Penciptanya atau memuliakan sesuatu yang dihinakan oleh Malik (Raja)nya. Dunia dihamparkan kepada orang-orang shalih sebagai cobaan bagi mereka dan dibentangkankepada musuh-musuh Allah sebagai tipuan. Diriwayatkan bahwa Allah Subhanahuwa Ta'ala berfirmankepada Musa Alaihissalam, ‘Jika engkau melihat kekayaan yang memihak, maka katakanlah, ‘Ini adalah sebuah dosa yang disegerakan,’dan jika engkau melihat sebuah kefakiran, maka katakanlah, ‘Selamat datang syi’ar orangyang shalih.’”[3]
Saudaraku tercinta…
Seandainya engkau adalah pemimpin suatu kaum yang menuju,
duniamu yang penuhdengan kebohongan yang engkau ukir.
Niscaya aku akan mengatakan bahwa itu adalah se-buah bencana, tumbuhannya adalah kesengsaraan,
sedangkanairnya yang tawar adalah racun yang menjalar bagi seseorang.[4]
Saudaraku, dunia melipat dihadapamu sedangkan matahari akhirat sudah datang menghadap kepadamu, tetapi bagaimana keadaanmu sekarang ini?
Dan bagaimana engkau melihat masalah ini?
Marilah kita lihat bagaimana keadaan Salman Radhiyallahu 'anhu menjelang wafatnya, ketika itu beliau menangis, lalu ditanyakan kepadanya, “Mengapaengkau menangis, padahal engkau adalah Sahabat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam ?” Lalu beliau menjawab, “Aku sama sekali tidak menangis karena menyesal akan dunia atau karena cinta akan dunia, aku menangis karena Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam mengikat janji dengan kami agar kehidupan kami hendaklah seperti seseorangyang ada dalam perjalanan,tetapi kami meninggalkannya.” Lalu diperlihatkan kepadanya harta yang ia tinggalkan dan ternyata sebanyak dua puluh dirham lebih atau tiga puluhdirham lebih.[5]
Dunia adalah fatamorgana yang terus memanjang dan merupakan malam yang gelap… pencari dunia bagaikan orang yang meminum air lautan, semakin banyak dia meminumnya, maka akan semakin haus.[6]
Dunia itu tidak memiliki batas dan tidak memiliki akhir, kecuali dengan sikap qana’ah dan ridha terhadap apa yang telah ditentukan oleh Allah Subahanhuwa Ta'ala dengan memanfaatkan siang dan malam hanya untuk taat kepada Allah Jalla wa’ala.
Malik bin Dinar rahimahullah berkata, “Ahli dunia keluar dari dunia akan tetapi mereka belum merasakan sesuatu yang paling nikmat di dalamnya.” Beliau ditanya, ‘Apakah itu?’ Beliau menjawab, ‘Mengenal Allah Ta’ala.’” [7]
Wahai saudaraku,lihatlah keadaan orang-orang shalih ketika sakaratul maut, kalian akan melihat sebuah keindahan dan kesejukan dalam jiwa-jiwa yang tenang, dan lihat pula keadaan yang jauh berbedadengannya pada jiwa-jiwa orangyang memakan barangharam, berjalan di belakang materi duniawi beserta gemerlapnya.
Seorang hamba hanya bersedih sedang Rabb-lah Yang menentukan,
zaman selalu berputar dan rizki dibagikan.
Semua kebaikan ada dalam pilihan Sang Pencipta,
sedangkanpilihan selain-Nya hanyalah celaan.
AbudDarda’ Radhiyallahu 'anhu berkata, “Seandainya bukan karena tiga hal, niscaya aku berharapuntuk berada di dalam bumi, bukan di atasnya. Seandainya bukan karena saudara-saudara yang datang kepadaku untuk memilih kata-kata yang indah sebagaimana buah matang yang dipilih dan dipetik atau karena menjadikan wajahku berdebukarena sujud kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala atau karena berjuangdi jalan-Nya.”[8]
Inilah cinta yang jujur di jalan Allah dan inilah sikap yang tepat dalam menggunakanwaktu. Demi Allah, itulah harapan yang baik dan indah.
Wahib bin al-Ward rahimahullah berkata, “Zuhud terhadap dunia adalah sikapmu yang tidak merasa putus asa terhadap oranglain karena sesuatu yang tidak engkau dapatkan dan engkau tidak gembira dengan apa-apa yang engkau dapatkan dari dunia.”[9]
[Disalin dari kitab Ad-Dun-yaa Zhillun Zaa-il, Penulis ‘Abdul Malik bin Muhammad al-Qasim, Edisi Indonesia Menyikapi Kehidupan Dunia Negeri Ujian Penuh Cobaan, Penerjemah Beni Sarbeni, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir]
__________
Footnotes
[1]. Fadhaa-iludz Dzikr, hal. 19, karya Ibnul Jauzi.
[2]. Syarhush Shuduur, hal. 295.
[3]. Iddatush Shaabiriin, hal. 331.
[4]. Mawaariduzh Zham-aan (I/640).
[5]. AdabudDun-yaa wad Diin, hal. 119.
[6]. As-Siyar (V/263).
[7]. Madaarijus Saalikiin, hal. 233.
[8]. Az-Zuhd, hal. 198.
[9]. Hilyatul Auliyaa’ (VIII/140).
Posted via Blogaway