basukidwiputranto.blogspot.com

basukidwiputranto.blogspot.com

Minggu, 26 Januari 2014

Cinta Rasulullah dan perayaan maulid

Cinta Rasûlullâh dan Perayaan Maulid

Dua kalimat di atas seakan tidak bisa terpisahkan. Mengaku cinta berarti melakukan perayaan maulid, tidak maulid berarti tidak cinta. Sehingga ada yang mengatakan, “Jika ada yang bertanya kenapa Anda melakukan perayaan maulid? Itu sama dengan dia menanyakan kenapa Anda mencintai Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wa sallam?” Sebuah ungkapan yang menggambarkan betapa cinta Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wa sallam dan perayaan maulid begitu erat hubungannya.

Yang menjadi pertanyaan adalah benarkah perayaan maulid itu merupakan salah satu cara yang dibenarkan syariat dalam membuktikan cinta kepada Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wa sallam? Pertanyaan ini layak dilontarkan, agar kecintaan kepada Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wa sallam bisa membuahkan keutamaan-keutamaan yang diinginkan, bukan sebaliknya menyeret kepada perbuatan ghuluw.

Seseorang yang mengaku cinta dan berkeinginan mengagungkan Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wa sallam tidak berarti bebas mengekspresikan cintanya dengan cara-cara yang diinginkan atau cara yang dipandang baik tanpa landasan syariat. Lihatlah saat salah seorang Sahabat Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wa sallam yang menampakkan rasa hormat dan cintanya kepada Beliau shallallâhu 'alaihi wa sallam dengan cara bersujud dihadapan Beliau shallallâhu 'alaihi wa sallam karena melihat penganut agama lain bersujud dihadapan para pendeta mereka. Lalu dia memandang Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wa sallam lebih layak dihormati dengan cara ini dibandingkan mereka, tapi apa tanggapan Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wa sallam? Beliau shallallâhu 'alaihi wa sallam melarangnya dan bersabda :

لَوْ كُنْتُ آمِراً أَحَداً أَنْ يَسْجُدَ لأحَدٍ لَأمَرْتُ المَرأةَ أنْ تَسْجُدَ لِزَوجِهَا

Seandainya saya boleh memerintahkan seseorang untuk sujud kepada orang lain, maka sungguh saya sudah memerintahkan perempuan untuk sujud kepada suaminya. (HR. Ibnu Majah)

Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wa sallam melarang para Sahabatnya memuji Beliau shallallâhu 'alaihi wa sallam dengan pujian yang melampaui batas! Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wa sallam bersabda:

لَا تُطْرُونِي كَمَا أُطْرِيَ ابْنُ مَرْيَمَ، فَإِنَّمَا أَنَا عَبْدٌ، فَقُولُوا: عَبْدُ اللَّهِ وَرَسُولُهُ

Janganlah kalian berlebihan dalam memujiku sebagaimana kaum Nashara berlebihan dalam memuji Nabi Isa Ibnu Maryam. Sesungguhnya aku hanya seorang hamba, maka katakanlah, ‘Hamba Allâh dan Rasul-Nya’. (HR. al-Bukhâri, no. 3445)

Apa yang menyebabkan mereka melakukan hal-hal di atas? Rasa cinta dan hormat adalah jawabannya. Mereka mengekspresikan rasa cinta dan hormat itu dengan cara yang mereka pandang baik, namun ternyata ditolak dan dilarang oleh Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wa sallam.

Berbagai peristiwa ini hendaknya mendorong kita menempuh cara-cara yang benar dalam merealisasikan rasa cinta kepada Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wa sallam. Hendaknya kita menjadikan perintah-perintah serta larangan Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wa sallam sebagai tolok ukur kebenaran, juga praktek-praktek yang dilakukan oleh para Sahabat Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wa sallam. Karena mereka adalah orang-orang yang mendapatkan ridha dari Allâh Ta'âla dan mereka juga orang-orang yang sangat mencintai dan mengagungkan Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wa sallam, sebagaimana ungkapan Urwah bin Mas’ud ats-Tsaqafi , “Saya sudah diutus kepada banyak penguasa dan saya tidak pernah melihat satu penguasa pun yang diagungkan oleh pengikutnya sebagaimana Muhammad shallallâhu 'alaihi wa sallam diagungkan oleh para Sahabatnya.”

Oleh karena itu, amalan-amalan mereka harus dijadikan patokan untuk menilai kelurusan suatu amalan yang dilakukan oleh orang-orang berikutnya. Perayaan maulid diantara, yang harus diukur keabsahannya dengan praktek mereka. Jika perayaan itu dianggap ibadah, adakah diantara para Sahabat yang pernah melakukannya? Jika tidak pernah, mengapa mereka tidak melakukannya? Apakah ini berarti tidak mencintai Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wa sallam?

Setiap insan yang beriman mesti akan mengatakan bahwa para Sahabat itu adalah orang-orang yang sangat mencintai Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wa sallam, bahkan mereka siap berkorban apa saja demi mendukung dan membela Beliau shallallâhu 'alaihi wa sallam. Mereka juga sudah mengetahui sabda Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wa sallam yang mewajibkan pengikutnya untuk mendahulukan cinta kepadanya di atas cinta-cinta kepada semua makhluk, termasuk kepada dirinya sendiri. Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wa sallam bersabda:

لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ وَلَدِهِ وَ وَالِدِهِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ

Tidak akan sempurna iman salah seorang diantara kalian sampai ia menjadikan aku lebih dia cintai daripada cintanya kepada anak, orang tua dan semua manusia. (HR al-Bukhâri)

Jika perayaan maulid itu merupakan salah satu cara mengungkapkan cinta yang dibenarkan dalam syariat tentu mereka sudah melakukannya. Ketiadaan perayaan Maulid Nabi pada saat Nabi shallallâhu 'alaihi wa sallam masih hidup dan setelah Beliau shallallâhu 'alaihi wa sallam sudah wafat menunjukkan bahwa perayaan itu tidak termasuk cara yang benar dalam mengekspresikan cinta kepada Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wa sallam. Taat kepada perintah-perintah Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wa sallam dan menjauhi larangan-larangan Beliau shallallâhu 'alaihi wa sallam adalah bukti cinta yang sebenarnya. Semoga Allâh Ta'âla senantiasa menganugerahkan kepada kita semua cinta kepada Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wa sallam.

(Tajuk: Majalah As-Sunnah Edisi 08/Tahun XVII)


Posted via Blogaway

Tidak ada komentar:

Posting Komentar